Rabu, 04 Mei 2011

agraria

NASIONALISASI PERUSAHAAN SWASTA
Tahun 1950-an merupakan tahun kepahitan yang dialami oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Kenapa tidak, begitu banyaknya aset ekonomi yang mereka miliki di Indonesia kemudian diambil –alih oleh pemerintah Republik Indonesia lewat kebijakan nasionalisasinya. Sesuai dengan undang-undang nomor 86 tahun 1958, tentang nasionalisasi perusahaan milik Belanda, dimana tindakan yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia tersebut, tidak terlepas dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat adalah sesuai dengan kebijaksanaan pembatalan KMB (Konfrensi Meja Bundar).
Pada masa 1886, ada tiga buah lembaga penelitian yang didirikan oleh pabrik-pabrik gula di Jawa, yaitu Proefstation voor suikerriet in West Java di Cirebon melalui Gouverment Besluit No. 2 tangal 23 juli 1886, het Proefstation Midden Java di Semarang melalui Gouverment Besluit No 217 tangga 22 November 1886, serta Het Proefstation Oost Java Pasuruan melalui Gouverment Besluit No 31 tanggal 8 Juli 1887. Setelah dilakukan penyederhanaan dan penggabungan ketiga institusi tersebut disatukan pada tahun 1921, dan pada tahun 1943 dilanjutkan oleh Togyo Shikensho di bawah pengawasan administrasi militer Jepang. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, selama tahun 1847-1957, institusi penelitian gula tersebut dikelola oleh pabrik-pabrik gula Indonesia. Setelah terjadi nasionalisasi perkebunan milik bangsa Belanda, institusi ini sejak 10 Desember 1957 dikelola oleh Badan Koordinasi Perkumpulan dan Organisasi Perkebunan dan diberi nama Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula (BP3G).
Pada tahun 1901, Kebun Raya Bogor melakukan penelitian teh, kopi, tembakau, dan karet dan pada tahun yang sama pengusaha perkebunan kakao di Jawa Tengah mendirikan Proefstation voor Cocoa di Salatiga yang diperluas cakupan komoditinya menjadi Algemeen Proefstation voor de Bergcultures, serta pengusaha perkebunan Sukabumi mendirikan Proefstation voor Thee melalui Gouverment Besluit No 16 tanggal 13 April 1902. Karena alasan jarak antara lokasi kebun dengan lembaga penelitiannnya, maka Algement Proefstation voor de Bergcultures dan Proefstation voor Thee dibubarkan, tetapi dibentuk empat institusi penelitian yang menggantikanya, yaitu : Proefstation voor Rubber di Bogor, Algemeen Proefstation voor Thee di Bogor, dan Malang Proefstation di Malang dan Besoekisch Proefstation di Jember. Pada tanggal 31 mei 1911, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Proefstation voor Kina di Pengalengan, melalui Gouverment Besluit No. 35.
Lembaga Penelitian teh tersebut dibiayai oleh Vereniging Algemeen Proefstation voor Thee. Setelah terjadi krisis pembiayaan pada tahun 1925, maka lahirlah Algemeen Ladbouw Syndicaat (ALS) yang membiayai instituysi penelitian perkebunan di jawa tersebut, kecuali penelitian gula. Ternyata cara ini tak dapat mengatasi masalah, sehingga diberlakukan Crisis Cultuur Ordonanties 1933 (stbl. 1933 Nos 202-209) yang antara lain menetapkan badan pengelola khusus untuk ketiga balai penelitian tersebut melalui Gouvermeet Besluit N0. 2 tanggal 4 mei 1933. Badan pengelola disebut Centrale Vereniging tot Beheer van Proefstatiion voor der Overjarige Cultures in Nederlandsxh – Indie (CPV), yang memungut iuran berdasarkan hukum publik (wajib), untuk memenuhi biaya operasional balai penelitian tersebut. Selanjutnya, Proefstation West Java diubah menjadi CPV Bogor, Proefstation Midden Oost Java menjadi CPV Malang, dan Besoekisch Proefstation menjadi CPV Jember. Pada tahun 1952, ketiga balai ini digabung menjadi satu, yaitu Proefstation der CPV dan kantor pusatnya berkedudukan di Bogor.
Di Sumatera, pada tahun 1916 didirikan pula Algemeen Proefstation der AVROS (APA) oleh perusahaan perkebunan yang tergabung dalam Algemeen Vereniging Rubber Planters Ooskust van Sumatera (AVROS). Pada tahun 1941, AVROS bersama Bond van Eigenaren van Netherland-Indische Rubber Ondernemingen membentuk pula badan otonomi yang bertugas mengembangkan penelitian dan pemakaian karet alam, yang dinamakan Netherlands Indische Instituut voor Rubber Onderzoek Stichting (NIRO Stichting) yang memvawahi satu balai, yaitu INIRO. 

0 komentar:

Posting Komentar