Rabu, 04 Mei 2011

pendidikan di Indonesia

Pendidikan Sebelum Tahun 1965
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat, maka disini sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti menteri ganti kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr. mengucurkan dana miliyaran dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di Indonesia agar tidak berpresepsi buruk terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren atau yang disebut moderenisasi kurikulum pesantren.
Melalui paparan berikut ini, kita akan membuktikan bahwa pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat dipengaruhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa. Dan melalui makalah ini pula kami pemakalah yakin bahwa keadaan kurikulum sudah dapat mewakili perkembangan pendidikan yang ada pada saat itu.
Tahun 1945 sampai 1965 adalah periode perjuang melepaskan diri secara penuh dari jerat kolonial. Terdapat masa di mana kompromi yang dilakukan oleh para pimpinan republik menimbulkan ketidakpuasan pada golongan radikal (1945-1951). Kemudian berubah, ke suatu garis anti imperialisme yang lebih tegas (1952-1965). Masa sebelum 1951 adalah masa pergolakan fisik, yang memberikan pelajaran-pelajaran penting kepada rakyat.  Menjelang 1965, polarisasi politik melahirkan dua kubu dalam pergerakan. Kubu pertama berada di sisi kiri, dengan garis politik anti imperialisme, sedangkan kubu yang lain berada di sisi kanan, dengan garis politik pro imperialisme. terutama untuk kalangan pemudanya, dikarenakan mimpi tentang demokrasi dan liberalisasi. Kedua kubu gerakan ini menjalankan aktivitas pendidikan pada rakyat. Namun polarisasi politik tersebut semakin menunjukkan pembesaran pada kubu kiri, sedang dukungan massa terhadap kubu kanan semakin berkurang. Dalam pemilu 1955 Partai Komunis Indonesia (sebagai motor dari kubu kiri) menempati peringkat empat secara nasional. Berikutnya, dalam pemilu lokal tahun 1962, PKI berhasil memenangkan mayoritas suara di daerah Jawa, kecuali di Jawa Barat dan DKI Jakarta, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumateri Barat.
Semangat dari pendidikan gerakan saat itu sesuai dengan garis politik setiap kubu gerakan yang didominasi oleh kubu kiri yang terdiri dari PKI dan Nasionalis/Soekarnois Kiri.
Kembali ketika setelah Indonesia merdeka. Dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi (2004 dan 2006).
A.    Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.  Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
B.     Kurikulum 1964
Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960. Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.
Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).

KESIMPULAN
1. Bahwa pendidikan menjadi media bagi pergerakan untuk mentransformasikan kesadaran politik. Hal ini adalah suatu bentuk perlawanan terhadap konsep pendidikan yang diberikan oleh penguasa pada periode tertentu yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
2. Oleh karena itu, pendidikan dalam pergerakan rakyat perlu dilandasi pada kondisi obyektif yang melatarinya.
3. Bahwa perkembangan pendidikan dalam pergerakan adalah sesuatu yang dialektis, atau saling mempengaruhi. Pasang-surut gerakan berpengaruh terhadap efektivitas penyebaran ide pembebasan rakyat. Demikian juga pendidikan politik yang disampaikan secara meluas kepada rakyat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sosial dan politik.
4. Bahwa dalam situasi politik tertentu, massa rakyat memperoleh bekal pendidikan dari dinamika obyektif yang terjadi. Dalam situasi semacam ini, efektivitas pendidikan politik dapat lebih terasa out put-nya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penyebabnya, dalam situasi politik yang dinamis, kesadaran massa cenderung meningkat, sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan politik dari lingkungan obyektifnya. 

0 komentar:

Posting Komentar