Rabu, 04 Mei 2011

PERJANJIAN RENVILLE

 PERJANJIAN RENVILLE

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Pada tanggal 25 agustus 1947 dewan keamanan menerima sebuah keputusanyang berisi:
a)              Para konsul asing dijakarta supaya membuat laporan mengenai keadaan terakhir di Indonesia.
b)             Membentuk sebuah komisi yang terdiri dar tiga Negara.
c)              Pembukaan resmi perundingan antara Indonesia-belanda diadakan pada tanggal 6 desember 1947 digeladak kapal perang amerika renville.[1]
Tugas pokok KTN adalah mencari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan antara Indonesia dan belanda. Amerika serikat mengusulkan tempat perundingan di kapal AS bernama renville yang sedang berlabuh di tanjung priok.[2]
Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Gencatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.

Kesepakatan
Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
1.              Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2.              Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3.              TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah Indonesia di Yogyakarta
Persetujuan renville mengandung pula pokok-pokok berikut yang pada asasnya disetujui oleh kedua pihak.
a)              Melarang sabotase, intimidasi, dan balas dendam serta perbuatan-perbuatan yang sedemikian.
b)             Mencegah pidato-pidato radio atau propaganda apapun juga yang bermaksud menghasut atau menyesatkan pikiran tentara atau penduduk.
c)              Mengadakan pidato-pidato radio serta mengambil tindakan untuk member penerangan pada penduduk tentang keadaan yang genting dan perlunya tunduk pada yang dimaksud sub a dan b.
d)             Kesempatan sepenuhnya untuk menyelidiki harus diberi pada pembantu militer atau sipil yang membantu KTN.
e)              Menghentikan penerbitan komunike gerakan harian atau lain-lain  keterangan tentang tindakan militer.
f)              Menerima asas untuk melepaskan tawanan-tawanan dari masing-masing pihak dan memulai perundingan dengan maksud melaksanakannya dengan cepat dan tepat.[3]

Pasca perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan enclave (kantong-kantong) yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Hasil perundingan renville mengalami kemacetan karena tidak adanya kesepakatan kedua Negara, akhirnya menjelang tengah malam tanggal 18 desember 1948 wali tinggi mahkota belanda Dr Beel mengumumkan bahwa belanda tidak terikat lagi pada perundingan renville.[4]
Akibat persetujuan renville adalah:
1.              Daerah RI yagn dengan persetujuan linggarjati terbatas pada Sumatra, jawa dan Madura lebih diperkecil lagi.
2.              TNI yang masih ada di jawa barat dipindahkan ke daerah RI di jawa tengah.
3.              Pertentangan politik dalam negeri makin meruncing.[5]


Keadaan politik
1.              Sesudah perjanjian genjatan senjata dan dasar politik ditandatangani, jelas lah bahwa hasilnya akan tercapai jika kedudukan pemerintahan yang melanjutkan pejelasan perjanjianitu kuat.
2.              Tuntutan pergantian cabinet.
3.              Tuntutan PNI ini mengheankan karena:
-                 Tidak ada alas an politik
-                 PNI adalah mode-formateur
-                 PNI tetap turut bertanggungjawab
-                 Fraksi PNi telah memajukan mosi kepercayaan pada pemerintah.[6]



[1] Julianto S.A. 1982. Sejarah perjuangan pergerakan kebangsaan Indonesia.jakarta.erlangga. hal 56
[2] Sejarah untuk SMP IX.erlangga,Jakarta.matroji.
[3] Renville principles: pengumuman persetujuan2. Jogjakarta.kantor berita ‘antara’ (1948) hal 5
[4] Ibid.halaman
[5] Julianto S.A. 1982. Sejarah perjuangan pergerakan kebangsaan Indonesia.jakarta.erlangga. hal 57.
[6] Ibid. halaman 35

0 komentar:

Posting Komentar